Monumen
Gerbong maut di Bondowoso
Oleh
Dimas Riskyanto
Bondowoso
dikenal sebagai kota tape , wilayah bondowoso di kelilingi oleh gunung dan pegunungan. Wilayahnya yang subur dan
terletak di dataran tinggi bergunung gunung dan berbukit bukit. Oleh karena itu
di Bondowoso banyak menyimpang riwayat riwayat sejarah seperti halnya peristiwa
gerbong maut. Peristiwa gugurnya 46 orang pejuang ( isi gerbong No. GR 10152
seluruhnya meninggal, berjumlah 38 orang, sedangkan gerbong No. GR 4416
sebanyak 8 orang yang meninggal) dalam pemindahan tahanan dari Bondowoso ke
Surabaya, tidak ada perlakukan manusiawi terhadap para tahanan oleh pemerintah
Belanda. Hal ini sangat Ironis jika di bandingkan dengan kenyataan bahwa pada
saat ini justru di negeri belanda terdapat mahkamah Internasional sebagai sarana
untuk mengadili tokoh tokoh militer dan politik yang kurang memperhatikan aspek
aspek kemanusiaan dan aturan Internasional dalam suatu konflik. Tetapi mahkamah
Internasional tidak melakukan hal apapun terkait pemindahan tahanan tersebut. Kalau
di tinjau dari aspek aspek kemanusiaan bahwa tentara belanda bertindak sewenang
wenang dan tidak manusiawi sama sekali. Seperti halnya. 1. Melakukan pemindahan
tawanan perang dengan menggunakan gerbong barang.2. tidak mempersiapkan fisik
tawanan sebelum melakukan pemindahan sepertihalnya memberi makanan dan minuman.
3. Waktu pemindahan terjadi pada siang hari, waktu terik matahari sangat
menyengat dan kondisi tawanan sangat lemah.
Sangat
tragis sekali orang orang Belanda memperlakukan rakyat Indonesia dengan cara
yang tidak manusiawi. Tepat pukul 07.30
WIB kereta bergerak menuju Surabaya, kira kira waktu sudah berjalan 20 menit
setelah pemberangkatan , tepatnya setelah sampai stasiun tamanan mulai terlihat
peristiwa yang memilukan. Seorang penumpang atau tawanan bernama Kiai Samsuri
asal pelalangan- Wonosari dari unsur Laskar yang sudah berumur 50 tahun
membanting banting tubuhnya dan berteriak kepanasan, akhirnya ia jatuh pingsan.
Setelah beberapa waktu tawanan lain pun berteriak kepanasan dan menggedor gedor
gerbong.karena permintaan tidak dikabulkan oleh pemerintah Belanda tawanan
menjadi putus asa, mereka kini hanya berharap bisa bertahan hidup saja. Gerbong
tawanan sering berganti ganti dan menunggu kereta dari Banyuwangi. Tawanan pun mengalami
ujian sangat berat, karena mereka harus menunggu kereta dari Banyuwangi dengan
cukup lama di stasiun kalisat Jember, selain itu terik matahari semakin panas
dan tawanan pun semakin tersiksa.
Akhirnya
pada jam 10.30 WIB kereta baru berangkat dari Jember menuju Probolinggo,
suasana gerbong semakin tidak kondusif dan tawanan semakin kepanasan, sehingga
untuk mempertahankan hidupnya tawanan pun ada yang meminum air kencing dari
kawan tawanannya. Pada perjalanan tersebut mulai banyak berjatuhan korban,
perjalanan menuju Jember- Probolinggo seperti perjalanan Maut. Sesampainya di
stasiun Jatiroto, Allah SWT seperti menebarkan rahmatNya hujan lebat pun cukup
deras menyambut kereta malapetaka. Keadaan hujan lebat pun dimanfaatkan oleh
para tawanan dengan menjilat tetesan air dari lubang lubang kecil di gerbong.
Akhirnya
setelah menepuh perjalanan panjang selama 16 jam tertutup rapat, gerbong maut
sampai di stasiun Wonokromo dan jampun menunjukkan pukul 20.00 WIB, petugas pun
membuka gerbong sambil menodong senjatanya seraya berterikan “ Keluar satu per
satu!” terhadap para tawanan. Tawanan di dalam gerbong serasa tidak mampu
bergerak apalagi berjalan. Setelah petugas menodong para senjatanya, tawanan
pun tidak ada sahutan sama sekali, petugas pun masuk kedalam dan menemukan
tawanan sudah meninggal dan sebagian lagi masih hidup. Setelah di data di
gerbong 1 No. GR 5769 sebanyak 5 orang sakit keras, 27 orang sehat tetapi
kondisi lemah lunglai, gerbong 2 No. GR 4416 sebanyak 8 orang meninggal dan 6
orang sehat, dan di gerbong 3 No. GR 101152 seluruh tawanan sebanyak 38 orang
meninggal semua. Kemudia para tawanan yang masih sehat disuruh mengangkat
temanya yang sudah meninggal
Untuk
mengenang keteladanan, perjuangan, kepahlawanan dan penderitaan dalam
perlawanan bangsa terhadap agresi Belanda pemerintah Bondowoso membangun
monumen Gerbong Maut Bondowoso yang dicanangkan sejak tahun 1973 dan selesai
pada 29 Desember 1976 dengan peresmian oleh Panglima Daerah Militer VIII
Brawijaya Mayor Jenderal Witarmin. Dengan menyimak peristiwa gerbong maut
maupun peristiwa heroik lainnya kita wajib hukumnya untuk meneladari para
pahlawan yang telah berjuang dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan NKRI.
“Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya”
Dr. Ir. H. Soekarno
No comments:
Post a Comment