Dec 24, 2012


Monumen Gerbong maut di Bondowoso

Oleh Dimas Riskyanto


Bondowoso dikenal sebagai kota tape , wilayah bondowoso di kelilingi oleh gunung  dan pegunungan. Wilayahnya yang subur dan terletak di dataran tinggi bergunung gunung dan berbukit bukit. Oleh karena itu di Bondowoso banyak menyimpang riwayat riwayat sejarah seperti halnya peristiwa gerbong maut. Peristiwa gugurnya 46 orang pejuang ( isi gerbong No. GR 10152 seluruhnya meninggal, berjumlah 38 orang, sedangkan gerbong No. GR 4416 sebanyak 8 orang yang meninggal) dalam pemindahan tahanan dari Bondowoso ke Surabaya, tidak ada perlakukan manusiawi terhadap para tahanan oleh pemerintah Belanda. Hal ini sangat Ironis jika di bandingkan dengan kenyataan bahwa pada saat ini justru di negeri belanda terdapat mahkamah Internasional sebagai sarana untuk mengadili tokoh tokoh militer dan politik yang kurang memperhatikan aspek aspek kemanusiaan dan aturan Internasional dalam suatu konflik. Tetapi mahkamah Internasional tidak melakukan hal apapun terkait pemindahan tahanan tersebut. Kalau di tinjau dari aspek aspek kemanusiaan bahwa tentara belanda bertindak sewenang wenang dan tidak manusiawi sama sekali. Seperti halnya. 1. Melakukan pemindahan tawanan perang dengan menggunakan gerbong barang.2. tidak mempersiapkan fisik tawanan sebelum melakukan pemindahan sepertihalnya memberi makanan dan minuman. 3. Waktu pemindahan terjadi pada siang hari, waktu terik matahari sangat menyengat dan kondisi tawanan sangat lemah.
Sangat tragis sekali orang orang Belanda memperlakukan rakyat Indonesia dengan cara yang tidak manusiawi.  Tepat pukul 07.30 WIB kereta bergerak menuju Surabaya, kira kira waktu sudah berjalan 20 menit setelah pemberangkatan , tepatnya setelah sampai stasiun tamanan mulai terlihat peristiwa yang memilukan. Seorang penumpang atau tawanan bernama Kiai Samsuri asal pelalangan- Wonosari dari unsur Laskar yang sudah berumur 50 tahun membanting banting tubuhnya dan berteriak kepanasan, akhirnya ia jatuh pingsan. Setelah beberapa waktu tawanan lain pun berteriak kepanasan dan menggedor gedor gerbong.karena permintaan tidak dikabulkan oleh pemerintah Belanda tawanan menjadi putus asa, mereka kini hanya berharap bisa bertahan hidup saja. Gerbong tawanan sering berganti ganti dan menunggu kereta dari Banyuwangi. Tawanan pun mengalami ujian sangat berat, karena mereka harus menunggu kereta dari Banyuwangi dengan cukup lama di stasiun kalisat Jember, selain itu terik matahari semakin panas dan tawanan pun semakin tersiksa.

Akhirnya pada jam 10.30 WIB kereta baru berangkat dari Jember menuju Probolinggo, suasana gerbong semakin tidak kondusif dan tawanan semakin kepanasan, sehingga untuk mempertahankan hidupnya tawanan pun ada yang meminum air kencing dari kawan tawanannya. Pada perjalanan tersebut mulai banyak berjatuhan korban, perjalanan menuju Jember- Probolinggo seperti perjalanan Maut. Sesampainya di stasiun Jatiroto, Allah SWT seperti menebarkan rahmatNya hujan lebat pun cukup deras menyambut kereta malapetaka. Keadaan hujan lebat pun dimanfaatkan oleh para tawanan dengan menjilat tetesan air dari lubang lubang kecil di gerbong.
Akhirnya setelah menepuh perjalanan panjang selama 16 jam tertutup rapat, gerbong maut sampai di stasiun Wonokromo dan jampun menunjukkan pukul 20.00 WIB, petugas pun membuka gerbong sambil menodong senjatanya seraya berterikan “ Keluar satu per satu!” terhadap para tawanan. Tawanan di dalam gerbong serasa tidak mampu bergerak apalagi berjalan. Setelah petugas menodong para senjatanya, tawanan pun tidak ada sahutan sama sekali, petugas pun masuk kedalam dan menemukan tawanan sudah meninggal dan sebagian lagi masih hidup. Setelah di data di gerbong 1 No. GR 5769 sebanyak 5 orang sakit keras, 27 orang sehat tetapi kondisi lemah lunglai, gerbong 2 No. GR 4416 sebanyak 8 orang meninggal dan 6 orang sehat, dan di gerbong 3 No. GR 101152 seluruh tawanan sebanyak 38 orang meninggal semua. Kemudia para tawanan yang masih sehat disuruh mengangkat temanya yang sudah meninggal
Untuk mengenang keteladanan, perjuangan, kepahlawanan dan penderitaan dalam perlawanan bangsa terhadap agresi Belanda pemerintah Bondowoso membangun monumen Gerbong Maut Bondowoso yang dicanangkan sejak tahun 1973 dan selesai pada 29 Desember 1976 dengan peresmian oleh Panglima Daerah Militer VIII Brawijaya Mayor Jenderal Witarmin. Dengan menyimak peristiwa gerbong maut maupun peristiwa heroik lainnya kita wajib hukumnya untuk meneladari para pahlawan yang telah berjuang dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan NKRI.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa jasa para pahlawannya”
Dr. Ir. H. Soekarno

No comments:

Post a Comment